Sabtu, 05 Mei 2012

Asuhan Keperawatan Hipertensi


ASKEP HIPERTENSI
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik pada beberapa pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < sbp =” Sistole” pressure =” DBP”>= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor, diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab hipertensi beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas, Aterosklerosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh seperti aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
5. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.
6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi harapan terus dikembangkan.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.
9. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek, frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah ,otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik, adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal.
10. Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2004)
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode koping tidak adekuat.
B. Konsep Keluarga
1. Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa orang anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu tempat karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu sama lainnya saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Bailon dan Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy (2005), Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa persamaan antara lain antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI (1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu keluarga tergabung karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat perbedaan pandangan yaitu pandangan dari Friedman (1998) yang tidak menyebutkan secara spesifik adanya hubungan perkawinan dalam rumah tangga, hanya menyebutkan adanya keterikatan aturan dan emosional, tetapi pada prinsipnya sama yaitu adanya perkumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, adanya aturan didalamnya, dan adanya interaksi antar anggota keluarga.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran social
a. Tujuan dasar keluarga
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga, mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.
b. Struktur keluarga
Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari bermacam-macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal, patrilokal dan keluarga kawinan.
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu. Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal dengan keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan kebalikan dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah suami. Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
c. Ciri – ciri struktur keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy (1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
d. Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya. dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (The non marital heterosecual cohabiting family) dan keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/ bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian, jika suami meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria dengan lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan keluarga dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru menikah, keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun), keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5 tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari orang tua saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan rumah), keluarga lansia.
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. Dalam tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu membina hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan anak baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak usia pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi, mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga, pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan anak usia sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak remaja adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan hubungan intim dalam keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai melepaskan anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan, mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban pasangan.
Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga, mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat dan melak life review masa lalu.
f. Pemegang kekuasaan dalam keluarga
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.
g. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan, peranan ibu, juga ada peranan anak.
Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.
h. Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah; saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima, saling mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13). Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit terkontrol.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun tugas kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat dan mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy (1998:35), membagi fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan. Fungsi biologis keluarga adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga juga merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy, 1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga (Effendy, 1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi terus berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur ekonomi keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang, keluarga dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki dan berguna untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan fungsi pendidikan baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan menyekolahkan anak-anak (Effendy, 1998:36).
Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan (UU No. 10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan, memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama. Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam menyaring budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan masalah dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar berperilaku positif dan membina budaya yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan seimbang.
Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku, membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.
Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga. Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan memberikan contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam keluarga sebagai modal kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi, membina proses sosialisasi dalam meningkatkan kematangan dan kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.
Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi, mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku pelestarian lingkungan.
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam mewujudkan keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang sejahtera.
i. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno (2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu mengenal gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, setelah mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya karena cacat atau usia yang terlalu muda.
Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun diluar rumah. Suprajitno (2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan dalam menjamin kondisi yang sehata didalam keluarga.
2. Proses Keperawatan Keluarga
Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan keluarga terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan kesehatan sebagai sarananya. Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga.
Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah (Yora & Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan keluarga dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan keluarga.
Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap ke tahap. Menurut Friedman (1998: 55) membagi proses keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi dua arah dengan keluarga.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman, 1998: 56)
a.1. Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola hidup yang salah, pola hidup yang berhubungan dengan emosi yang negative seperti emosi yang tidak terkendali atau temperamental, ambisius, pekerja kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan yang berlebihan (Indomedia, 2002).
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang banyak mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang negatif
b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah timbulnya komplikasi (Rokhaeni,2001:115).
c. Pengobatan tradisional
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional, yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk halus dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore (Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila pasien tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.
3) Status Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan cemas stres(friedmen, 1998:125).
5) Aktiftas
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas merupakan factor resiko hipertensi
7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam hipertensi.
c. Struktur peran
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).
8)Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya
a) Mengenal masalah kesehatan
Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya, salah satunya adalah disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak mampu mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.
b) Mengambil keputusan.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol (Eendy, 1998:50).
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi, progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat
Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa menjadi pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat hal tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan yang didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh terhadap penderita hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi memerlukan pengobatan.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan hipertensi.
10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan kelainan pada syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.
11) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan. Salah satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak sering muncul adalah dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).
b. Diagnosa keperawatan
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan keluarga di dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial.
Doenges (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
“Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial dan aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat secara legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah”.
Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli, keluarga merupakan satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan dapat diberlakukan, meskipun demikian, diagnosa keperawatan masih berorientasi pada individu. Diagnosa yang mungkin muncul dalam keluarga dengan penyakit hipertensi menurut Doenges (2000:152) antara lain nyeri kepala, insomnia, gang perfusi jaringan, penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada dan resti injuri (diplopia).
1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam kesehatan seperti masalah penyakit.
Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan keluarga serta yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
2) Kriteria prioritas masalah
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy (1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah adalah sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.
Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak atau kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga (Efiendy, 1998:54).
Sedangkan kemungkinan masalah hipertensi dapat diubah, adalah kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah yang berhubungan dengan hipertensi jika dilakukan intervensi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah hipertensi dapat diubah adalah faktor pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya keluarga, di antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu sumber daya perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan masalah keperawatan serta waktu dan sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes, dan sebagainya juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemungkinan masalah hipertensi untuk diubah (Effendy, 1998:54).
Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan, misalnya dengan memberikan informasi tentang hipertensi, cara mencegah terjadinya serta menganjurkan penderita hipertensi untuk memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan dokter).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah hipertensi adalah kepelikan atau kesulitan masalah hipertensi hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau hipertensi yang dialami oleh keluarga. Kedua perhatikan tindakan yang sudah dan sedang dilaksanakan, yaitu tindakan untuk mencegah dan mengobati masalah hipertensi dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga (Effendy, 1998:54).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah hipertensi berhubungan dengan jangka waktu terjadinya masalah hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya dengan beratnya masalah hipertensi pada keluarga dan potensi masalah untuk dicegah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya keiompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah hipertensi (Effendy, 1998:54).
Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah yang berhubungan dengan masalah hipertensi dalam hal berat dan mendesak masalah hipertensi untuk diatasi melalui intervensi keperawatan.
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.
Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab (Suprajitno, 2004:49). Sedangkan Friedman (1998:65) menyatakan ada beberapa tingkat tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.
Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang (Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain : setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai hipertensi keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan respon verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta perawatan hipertensi. Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan atau perawatan bagi anggotanya yang menderita hipertensi secara tepat. Sedangkan respon psikomotor, keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan hipertensi (Effendy, 1998:57-60).
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan. Seperti pendapat Friedman (1998:67) bahwa:
“….selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.”
Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan menghindari stres.
Selain itu juga perlu dikaji pemahaman klien tentang hipertensi kemudian mendiskusikan dengan keluarga tentang hipertensi (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan, serta komplikasi hipertensi). Menganjurkan pada klien agar manghindari makan makanan yang mengandung banyak Natrium (garam/asin). Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku klien dan keluarga, misal kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan. Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan anggota keluarga (Doengoes, 1999).
d. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno (2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber daya dan dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang terkena hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat anggota yang sakit hipertensi.
Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Effendy, 1998:59).
e. Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan SOAP, dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan penagamatan. A adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif, P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan.
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa: Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar