gagal
ginjal akut
A.
Anatomi
Fisiologi Ginjal
1.
Anatomi
Ginjal
a)
Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, didepan
dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus
lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang dewasa penjangnya sampai 13 cm,
lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau
ginjal beratnya antara 120-150gram. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya
ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan
pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Potongan
longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks dan
medula. Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid.
Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul,(Price,1995:773).
b) Mikroskopis
Tiap tubulus ginjal dan glumerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron
adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta
nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri keduktus pengumpul.(Price,1995)
c) VaskularisasiGinjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang
terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus,
arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara
piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini
kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price,1995).Glomeruli
bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem
portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah
yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena
selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan
vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh
sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah
jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah
ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai
kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran Darah
ginjal dan fitrasi glomerulus tetap konstan (price,1995)
d) Persarafan pada
ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis
(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk keginjal.
2.
Fisiologi
Ginjal
Menurut Syaifuddin (1995) “Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau
racun, mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan
zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari
protein ureum, kraetinin dan amoniak.
Menurut H.Fred Farly fungsi utama ginjal adalah sebagai berikut :
v Ultrafiltrasi
Membuang volume
cairan dari darah sirkulasi, bahan-bahan yang terlarut dalam cairan yang turut
terbuang.
v Pengendalian cairan
Mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit-elektrolit yang tepat dalam batas eksresi
yang normal, dalam sekresi dan reabsorpsi.
v Keseimbangan cairan
Mempertahankan Ph
pada derajat yang dan basa normal dengan ekskrei ion H dan membentuk bicarbonas
untuk penyangga.
v Mengatur tekanan
Mengatur tekanan
darah dengan mngendalikan volume sirkulasi darah dan sekresi renin.
v Memproduksi eritrosit
Erythropoietin yang
disekresi oleh ginjal merangang sum-sum tulang agar membuat sel-sel eritrosit.
v Mengatur metabolisme
Mengatifkan vitamin D
yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal.
Tiga tahap pembentukan urine:
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan
yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar
125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan
tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan
ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta
tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi
secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah
terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada
tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau
ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap
ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya.Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi
cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
berat dikoreksi secara theurapeutik.
3. Regulasi cairan
Penurunan volume darah atau peningkatan osmolalitas serum menstimualsi
pelepasan ADH ( antidiuritik hormon). Ginjal menyerap kembali air dan
menurunkan keluarnya air dari urinari yang akan meningkatkan volume sirkulasi
air dan sodium serta menghambat produksi ADH. Ketika tekanana darah arterial
menurun,maka perfusi ginjal akan menurun. Semakin sedikit air dan sodium yang
terfilter oleh ginjal, maka renin, angiotensin I dan II, serta aldosteron
dilepaskan, menagkibatkan lebih sedikit ekskresi terhadap sodium dan air.
4. Regulasi tekanan
darah dan produksi erythrocyte
Neprhon
ginjal meregulasi tekanan darah dengan melakukan sekresi terhadap renin sebagai
respon hypertensi, kekuranga sodium, atau stimulasi syaraf ginjal. Renin
dikonversasikan menjadi angiotensin I dan II, yang merupakan potensi
vasoconstictor. Masih dalam proses ini, nephron mengekresi erythroprotein
menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi erytrocytes (sel darah merah,
RBC,s).
Ginjal
memproduksi prostaglandin, prostaglandin terbentuk oleh adanya angiotensin II,
bradykinin, ADH, stimulasi sistem syaraf sympathetic, dan renal ischemia
(bartuci, 1995). Sirkualsi prostaglandin menngunakan vasodilitasi untuk
menigkatkan aliran darah ginjal dan menigkatkan ekresi sodium oleh ginjal.
Ginjal juga memetabolisme vitamin D yang mengontrol metabolisme kalsium
dan fosfat. Ginjal sangat vital bagi kehidupan kita. Kematian bisa sagera terjadi
dalam 2-3 minggu jika ginjal gagal berfungsi jika ginjal gagal berfungsi tanpa
adanya intervensi untuk memperbaiki kondisi tersebut. oleh karena itu kita
perlu melindungi dan mempertahankan sistem urin fungsional. Gangguan ginjal
diklasifikasikan sebagai infeksi, immunolugis, obstruktif, dan neurologis.
Semua gangguan ini akan menurunkan kemampuan sistem ginjal untuk meregulasi
volume cairan dan melakukan ekresi terhadap pembuangan metabolisme.
B. Konsep Dasar Penyakit
Gagal Ginjal Akut
1.
Pengertian
Gagal ginjal adalah
ketidakmampuan ginjal untuk mengerjakan fungsinya. Statusnya adalah total dan
hampir total ginjal tidak mampu membuang produk sisa, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit (termasuk keseimbangan asam basa), serta tidak
mampu mengendalikan tekanan darah. Kegagalan ginjal akut biasanya sebagai
kelanjutan dari trauma ginjal yang diketahui baik yang bersifat keracunan atau
ischemi. ( Barbara C.Long, 1989).
Gagal ginjal akut (acute
renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang
menyebabkan azotemia yang berkenbang cepat. Laju filtrasi glomerlus yang
menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5
mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa
hari. ARF biasanya disertai dengan oliguria (keluaran urine <400 ml/hari)
kiteria oliguria ini tidk mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata
diet orang Amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut. Jika kemampuan
pemekatan urine maksimum sekitar 1200 mOsm/L air, maka kehilangan air obligat
dalam urine adalah 500 ml.oleh Karen itu bila keluaran urine menurun hingga
kurang dari 400 ml/hari, pembebanan zat terkarut tidak dapat dibatasi dan kadar
BUN serta kreatinin meningkat. Namun oliguria bukan merupakan gambaran penting
pada ARF.(Lorraince M.Wison, 2002 ).
ARF merupakan sindrom
klinis yang sangat lazim, terjadi pada sekitar 5 % pasien rawat inap
dan sebanyak 30 % pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.beragan
jenis komplikasi yang berkaitan dengan penyakit, obat, kehamilan, trauma dan
tindakan bedah dapat menyeabkan ARF. Berlawanan dengan gagal ginjal kronik,
sebagaian besar pasien ARF biasanya memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya
normal, dan keadaan umumnya dapat puih kembali. Selain kenyataan ini,
mortalitas akibat ARF sangat tinggi (sekitar 50 %), bahkan dengan ketersediaan
pengobatan dialysis, mugkin menunjukkan penyakit kritis yang biasanya turut
terkait.
2.
Penyebab
Penyebab ARF umumnya dipertimbangkan dalam tiga kategori diagnostik :
azotemia prarenal, azotemia pascarenal, dan ARF intrinsik. Klasifikasi ini
menekankan pada bahwa pada kategori ketiga (renal) terjadi kerusakan parenkim
ginjal yang ukup berat yang menyebabkan kegagalan fungsi ginjal. Jika
faktor-faktorprarenal dan pascarenal lama kemungkinan menyebakan gagal ginjal
instrisik, tetapi dengan diagnosis yang tepat, akan cepat pulih kembali.
Penyakit ginjal intrinsik terserag yang menebabkan ARF adalah nekrosis
tubular akut (ATN), yang menjelaskan lesi ginjal sebagai respon terhadap
iskemia yang lama atau pemajaman terhadap nefrotoksin. Diagnosis Atn ditegakkan
berdasarkan pada pengecualian penyebab azotemia prarenal dan pascarenal yang
diikuti dengan pengecualian penyebab lain dari gagal ginjal intrinsik (penyakit
ginjal tubulointerstisial, glomerular, vaskular).
a) Azotemia prarenal (penurunan perfusi ginjal)
Azotemia prarenal merupakan satu-satunya penyebab tersering azotemia akut (
>50% kasus ), yang dapat menyebabkan terjadinya ARF tipe ATN. Petunjuk lazim
penyebab prarenal ARF adalah iskemia ginjal yang lama akibat penurunan perfusi
ginjal. Hipoperfusi ginjal berkaitan dengan berbagai keadaan yang menyebabkan
deplesi volume intravaskuler, menurunnya volume sirkulasi arteri yang efektif,
atau terkadang, obstruksi vaskular ginjal. Beberapa keadaan prarenal yang
paling sering dengan peningkatan resiko ARF adalah pembedahan aorta
abdominalis, operasi jantung terbuka, syok kardiogenik, luka bakar berat dan
syok septik. Sebagian besar keadaan ini berkaitan dengan hipotensi sistemik
dengan aktivasi kompensatorik sistem saraf simpatis dan sistem renin
angiotensin aldosteron. Angiotensin menyebabkan vasokontriksi ginjal, kulit dan
jaringan vaskular splanknikus, dan aldosteron menyebabkan retensi garam dan
air. Respon ini didesain untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata sistemik
dan perfusi ke organ-organ yang penting. Pada waktu yang sama, ekanisme
autoregulasi gnjal diaktifkan untuk mempertahankan GFR dan meindungi ginja
terhadap adanya iskemia. Angiotensin II menyebabkan terjadinya kontriksi
arteriol glomerulus (sehingga menigkatkan intraglomerulus dan GFR) dan pada
waktu yang sama merangsang produksi prostaglandin ginjal vasodilator. Efek
rotektif prostaglandin pada ginjal dapat dinetralkan dengan pemberian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid ( NSAID), seperti aspirin, yang menghambat produksi
hormon-hormon ini. Oleh karena itu, pemberian NSAID pada keadaan hipoperfusi
ginjal dengan penyebab prarenal telah lebih dikenali sebagai pencetus kerusakan
ginjal akibat iskemia pada ARF.
Selain itu penyebab lazim gagal ginjal akut pada azotemia parenal adalah :
1.
Depresi volume cairan ekstrasel (ECF) absolut
v Perdarahan :
operasi besar; trauma; pascapartum
v Diuresis
berlebihan
v Kehilangan cairan
dari ruang ketiga : luka bakar, peritonitis, pankreatitis
2.
Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
v Penurunan curah
jantung ; infark miokardium, disritmia, gagal jantung kongesti, tomponade
jantung, emboli paru
v Vasidilatasi
perifer ; sepsis, obat anastesi, antihipertensi
v Hipoalbuminemia ;
sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
3.
Perubahan hemodinamik ginjal primer
v Penghambat sintesis prostaglandin :
aspirin dan obat NSAID
v Vasodilatasi
arteriol eferen : penghambat enzim pengonversi angiotensin, misalnya kaptropil
v Obat
vasokontriktor : obat alfa-adrenergenik
v Sindrom
hepatorenal
4.
Obstruksi vaskular ginjal bilateral
v Stenosis arteri
ginjal, emboli, trombosis
v Trombosis vena
renalis bilateral
b) Azotemia Pascarenal
Azotemia pascarenal yang dapat menyebabkan ARF lebih jarang terjadi (5%)
daripada penyebab prarenal dan mengarah pada obstruksi aliran urine disetiap
tempat pada saluran kemih.pembesaran prostat (akibat hipertropi jinak atau
kanker) merupakan penyebab tersering obstruksi aliran keluar kandung kemih.
Kanker serviks juga dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih. Obstruksi diatas
kandung kemih (biasanyan disebabkan oleh batu) harus terjadi bilateral untuk
dapat menyebabkan obstruksi aliran keluar urine , kecuali bila hanya terdapat
sat ginjal yang berfungsi. Obstruksi keluaran urine dalam waktu lama akan
menyebabkan hidronefrosis, kerusakan berat parenkim ginjal dan ARF.
c) Nekrosis Tubular Akut (ATN)
Nekrosis Tubular Akut merupakan lesi ginjal yang paling sering menyebabkan
ARF (75%). ATN terjadi akibat iskemia ginjal yang terjad dalam waktu lama
(akibat kondisi prarenal yang telah disebutkan) atau akibat pemanjana terhadap
nefrotoksin. ATN mengarah pada jenis lesi yang lazim tetapi tidak selalu
berkaitan dengan ARF. ARF dapat timbul tanpa disertai ATN. Penyebab ARF tanpa
nekrosis tubular disertai ATN. Penyebab ARF tanpa nekrosis tubukar yang berasal
dari
3.
Patofisiologi
Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor penyebab yang mungkin
didasarkan pada penyelidikan menggunakan model hewan percobaan, dengan
menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui penyuntikan mercuri klorida,
uranil nitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan iskemik ditimbulkan dengan
mnyuntikkan gliserol atau menjepit arteria renalis. Beberapa teori telah
diajukan untuk menjelaskan penurunan aliran darah ginjal dan GFR baik pada
percobaan dengan manusia maupun hewan, yaitu obstruksi tubulus, kebocoran
cairan tubulus, penurunan permeabilitas glomerulus, disfungsi vasomotor, dan
umpan balik tubuloglomerulus. Tidak satupun dari mekanisme diatas dapat
mejelaskan semua aspek ARF tipe ATN yang bervariasi itu (schrier, 1986).
Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa ATN mengkibatkan deskuamasi sel
tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, yang kemudian membentuk
silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan seluler akibat
iskemia awal, juga ikut menyongkong terjadinya obstruksi dan memperberat
iskemia. Tekanan intra tubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glomerulus
menurun. Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor penting dalam ARF yang
disebabkan oleh logam berat,etilen glikol, atau iskemia berkepanjangan.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus
berlangsung normal tetapi cairan tubulus ”bocor” keluar dari lumen melalui
sel-sel tubulus yang rusak dan masuk kedalam sirkulasi peritubular. Kerusakan
membran basalis dapat terlihat pada ATN yang berat, yang merupakan dasar anatomik
mekanisme ini.
Meskipun sindrom ATN menyatakan adanya abnormalitas tubulus ginjal,
bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu sel-sel
endotel kapiler glomerulus dan atau sel-sel membran basalis mengalami perubahan
yang mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas permukaan filtrasi. Hal ini
mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus.
Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada
ARF oliguria. Tingkat RBF ini cocok dengan GFR yang cukup besar. Pada
kenyataannya, RBF pada gagal ginjal kronik serung sama rendahnya atau lebih
rendah daripada bentuk akut, tetapi fungsi masih memadai atau berkurang. Selain
itu, bukti-bukti percobaan menunjukkan bahwa RBF harus kurang dari 5% sebelum
terjadi kerusakan parenkim ginjal (merril, 1971). Dengan demikian, terdapat
bukti perubahan bermakna pada distribusi aliran darah intrarenal dari korteks
kemedula selama hipotensi akut dan memanjang. Hal ini dapat dilihat ahi bahwa
pada ginjl normal, kira-kira 90% darah didistribusi ke korteks (letak
glomeruli) dan 10% menuju kemedula. Dengan demikian, ginjal dapat memekakan
urine dan menjalankan fungsinya.
4.
Penatalaksanaan
Perbedaannya dengan gagal ginjal kronik adalah pasien memiliki kemungkinan
lebih besar memerlukan terapi spesifik dengan cepat, lebih terlihat sakit,
lebih jelas oliguria, dan lebih terpapar kemungkinan komplikasi akut seperti
hiperkalemia dan perdarahan saluran cerna.
Penatalaksanaan yang penting adalah mengetahui dimana letak kelainannya.
Kemudian gagal ginjal ditatalaksana sampai fungsinya kembali.
Bila kelainannya praginjal, perbaikan dapat langsung terjadi bila faktor
penyebabnya dihilangkan. Namun pada beberapa kasus, perbaikan terjadi setelah
beberapa jam.
Pada kasus obstruksi, penyebab harus dihilangkan secara permanen karena
dapat menyebabkan gangguan fungsi tubulus yang berat. Diuresis masif dapat
terjadi setelah obstruksi akut dihilangkan. Jika kehilangan cairan tidak segera
diganti, dapat terjadi dehidrasi berat atau hipertnatremia.
Penatalaksanaan secara umum adalah :
a. Diagnosa dan tatalaksana penyebab
Ø Kelainan
praginjal, dilakukan pengkajian klinis meliputi faktor pencetus, keseimbangan
cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urine,
volume darh dikoreksi,diberikan diuretik, dipertimangkan pemberian inotropik
dan dopamin.
Ø Kelainan pasca
ginjal, dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih penuh,ada
pembesarn prostat,gangguan miksi, tau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter
urine, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat
dari urine dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
Ø Kelainan ginjal,
dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikroskopik urin, dan pertimbangkan
kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
b. Penatalaksanaan gagal ginjal
Ø Mencapai dan
mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi hingga 60
mmol/hari dan cukup 500ml/hari diluar kekurangan hari sebelumnya. Namun
keseimbangan harus terus diawasi.
Ø Memberikan nutrisi
yang cukup.bisa memulai suplemen tinggi kalori atau hiperalimentasi intravena.
Ø Mencegah dan
memperbaiki hiperkalemia.
Ø Mencegah dan
memperbaiki infeksi,terutama ditujukan terhadap infeksi saluran nafas dan
nasokomial.
Ø Mencegah dan
memperbaiki saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya perdarahan dan dapat
dilakukan endoskopi.
c. Penatalaksanaan organ lain
Umumnya pada
pasien dengan kegagalan multiorgan, prognosisnya lebih buruk.
5.
Komplikasi
Menurut Lawrence
komplikasi dari gagal ginjal akut adalah sebagai berikut :
a) Jantung : edema paru, aritmia, efusi perikardium
b) Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, sidosis
c) Neorulogi :
iritabilitas neuromaskular, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
d) Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan
gastrointestinal
e) Hematologi : anemia, diatesis hemoragik
f) Infeksi : pneumonia, septikemia,
infeksinosokomial
6.
Prognosis
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal
itu sendiri. Prognosis buruk pada pasin lanjut usia dan bila terdapat gagal
organ lain. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (50 %), dan
gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.
A. Pengkajian
1. Aktifitas dan istirahat
:
a. gejala : Kelitihan kelemahan malaese
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
a. gejala : Kelitihan kelemahan malaese
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat kehamilan). Disritmia jantung, Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia). DVI, nadi kuat,Hipervolemia). Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum). Pucat, kecenderungan perdarahan.
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat kehamilan). Disritmia jantung, Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia). DVI, nadi kuat,Hipervolemia). Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum). Pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
a. Gejala :
Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau
penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)
Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung diare atau konstipasi. Riwayat HPB, batu/kalkuli
Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung diare atau konstipasi. Riwayat HPB, batu/kalkuli
b. Tanda :
Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
4. Makanan/Cairan
a. Gejala :
Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi). Mual ,
muntah, anoreksia, nyeri uluhati Penggunaan diuretik
b. Tanda :
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, bagian bawah).
Edema (Umum, bagian bawah).
5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit
kepala penglihatan kabur. Kram otot/kejang, sindrom “kaki
Gelisah”.
b. Tanda :
Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/ asama basa.
Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.
7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).
8. Keamanan
a. Gejala : adanya reaksi transfusi
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.
a. Gejala : adanya reaksi transfusi
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala :
riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urianrius, malignansi.,
riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan
berulang Contoh : aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes
diagnostik dengan media kontras radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan
tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan ,
perdarahan, cedra listrik, autoimunDM, gagal jantung/hati.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan
kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
2.
Resiko
tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak
3.
Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme
protein
4.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
5.
Resiko
tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
6.
Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
7.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
mengingat
C.
Perencanaan / Intervensi
1.
Perubahan
kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan haluaran urin tepat dengan
berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal,berat badan stabil,tand vital
dalam batas normal, tidak ada edema.
Intervensi
v Awasi denyut jantung,TD dan CVP
Rasional : takiardi dan hipertensi
terjadi karena kegagalan untuk mengeluarkan urin. Dan pengawasan infasif
diperlukan untuk mengkaji volume intrvaskuler.
v Catat pemasukan dan pengeluaran akurat
Rasional : hipervolemia pada fase
anurik pada gagal ginjal akut
v Awasi berat jenis urine
Rasional : mengukur kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasi urin
v Rencanakan penggantian cairan pada
pasien daam pembatasan multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam.
Rasional : membantu menghindari periode
tanpa cairan
v Timbang berat badan tiap hari dengan
alat dan pakaian yang sama
Rasional : pengawasan status cairan
terbaik
v Evaluasi derajat edema,kulit,wajah dan
tergantung area.
Rasional :edema terkadi terutama pada
jaringan yang tergantung pada tubuh.
2.
Resiko
tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Kriteria hasil :
Mempertahankan curah jantung dibutuhkan
oleh TD dan denyut jantung/irama dalam batas normal pasien; nadi perifer kuat,
sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi :
v Awasi Tekanan darah dan frekuensi
jantung
Rasional : kelebihan cairan,
disertai dengan hipertensi dapat meningkatkan kerja jantung dan dapat
menimbulkan gagal jantung.
v Observasi EKG atau telemetri untuk
perubahan irama
Rasional :
perubahan pada fungsi elektromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap
berlanjutnya gagal ginjal dan ketidakseimbangan
elektrolit.
v Auskultasi bunyi jantung
Rasional : terbentuknya S3/S4
menunjukkan kegagalan.
v Kaji warna kulit, membran mukosa, dan
dasar kuku.
Rasional : pucat mungkin membuktikan
vasokonstriksi atau anemia. Sianosis mungkin berhubungan dengan kongesti paru
dan/atu gagal jantung.
v Perhatikan terjadinya nadi lambat,
hipotensi, kemerahan, mual/muntahdan penurunan tingkat kesadaran
Rasional : penggunaan obat mengandung
magnesium dapat mengakibatkan hipermagnesemia.
v Pertahankan tirah baring atau dorong
istirahat adekuat dan berikan bantuan dengan perawatan dn aktivitas yang
diinginkan
Rasional : menurunkan konsumsi
oksigen/kerja jantung
v Kolaborasikan pemberian cairan sesuai
indikasi
Rasional : curah jantung tergantung
pada volume sirkulasi dan fungsi otot miokardial
v Kolaborasikan pemberian tambahan
oksigen sesuai indikasi
Rasional : memaksimalkan sediaan
oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia
seluler
3.
Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme
protein
Krieria hasil :
Mempertahankan/meningkatkan berat bada
seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
Intervensi :
v Kaji/ catat masukan diet
Rasional : membantu mengidentifikasi
kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (contoh mual,anoreksia,
gangguan rasa)
v Berikan makanan sedikit dan sering
Rasional : meminimalkan anoreksia dan
mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik
v Berikan pasien/orang terdekat daftar
makanan/cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu
Rasional : memberikan pasien tindakan
kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dirumah dapat meningkatkan nafsu makan
v Timbang berat badan tiap hari
Rasional : pasien puasa katabolik akan
secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
v Konsultasikan dengan ahli gizi/tim
pendukung nutrisi
Rasional : menentukan kalori individu
dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan dan mengidentifikasi rute paling efektif
dan produknya
4.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
Kriteria hasil :
Klien dapat melaporkan perbaikan rasa
berenergi dan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
v Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan
tugas. Perhatikan kemampuan tidur/istirahat dengan tepat.
Rasional :Menentukan derajat
(berlanjutnya/perbaikan) dari efek ketidakmampuan.
v Kaji kemampuan untuk berpartisipasi
pada aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan
individual dan membantu pemulihan intervensi
v Identifikasi faktor stress/psikologis
yang dapat memperberat
Rasional : Mungkin mempunyai efek
akumulatif (sepanjang faktor psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah dan
takut diakui/diketahui
v Rencanakan periode istirahat adekuat
Rasional : mencegah kelelahan
berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan
v Berikan bantuan dalam aktivitas
sehari-hari dan ambulasi
Rasional : mengubah energi,
memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/normal. Memberikan keamanan
pada pasien
v Kolaborasikan dalam pengawasan kadar
elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium
Rasional : ketidakseimbangan dapat
mengganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi
untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah
5.
Resiko
tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami tanda/gejala
infeksi
Intervensi :
v Hindari prosedur invasif,instrumen dan
manipulasi kateter tak menetap, kapan pun mungkin, gunakan teknik aseptik bila
merawat/memanipulasi IV/area invasif. Ubah sisi/ balutan perprotokol.
Perhatikan edema,drainase purulen.
Rasional : membatasi introduksi bakteri
ke dalam tubuh. Deteksi dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah
sepsis
v Berikan perawatan kateter urine dan
tingkat perawatan perianal. Pertahanan sistem drainase urine tertutup dan
lepasan kateter tak menetap sesegera mungkin
Rasional : menurunkan kolonisasi
bakteri dan resiko ISK asenden
v Dorong nafas dalam, batuk dan
pengubahan posisi sering
Rasional : mencegah atelektasis dan
memobilisasi sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru
v Kaji integritas kulit
Rasional : ekskoriasi akibat gesekan
dapat menjadi infeksi sekunder
v Awasi tanda-tanda vital
Rasional : demam dengan
peningkatan nadi dan pernafasan adalah peningkatan laju metabolik dari proses
inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon demam
v Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh
SDP dengan deferensial
Rasional : meskipun peningkatan SDP
dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada GGA dan
dapat menunjukkan inflamasi/cedera pada ginjal, perpindahan diferensial kekiri
menunjukkan infeksi
v Ambil spesimen untuk kultur dan
sensitivitas dan berikan antibiotik tepat sesuai indikasi
Rasional : memastikan infeksi dan
identifikasi organime khusus, membantu pemilihan infeksi paling efektif
Baik, membran mukosa lembab, nadi
perifer teraba, berat badan dan tanda vital stabil, dan elektrolit dalam batas
normal
6.
Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
Kriteria hasil :
Menujukkan pemasukan dan pengeluaran
mendekati seimbang; turgor kulit
Intervensi :
v Ukur pemasukan dan pengeluaran dengan
akurat
Rasional : membantu memperkirakan
kebutuhan penggantian cairan.
v Berikan cairan yang diizinkan selama
periode 24 jam
Rasional : fase diuretik GGA dapat
berlanjut pada fase oliguria pada pemasukan cairan tidak dipertahankan atau
terjadi dehidrasi nokturnal
v Awasi tekanan darah (perubahan
postural) dan frekuensi jantung.
Rasional : hipotensi ortostatik dan
takiardia indikasi hipovalemia
v Perhatikan tanda/gejala
dehidrasi, contoh membran mukosa kering, haus, sensori dangkal, vasokontriksi
perifer
Rasional : pada fase diuretik gagal
ginjal, haluaran urine dapat lebih dari 3L/hari. Kekurangan cairan
ekstraseluler menyebabkan haus menetap, tidak hilang dengan minum air.
Kehilangan cairan lanjut/penggantian tidak adekuat dapat menimbulkan status
hipovelemik
v Kontrol suhu lingkungan, batasi linen
tempat tidur
Rasional : menurunkan diaforesis yang
memperberat kehilangan cairan
v Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh
natrium
Rasional : pada GGA non-oliguria atau
fase diuretik GGA, kehilangan urine dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
kehilangan natrium yang meningkatkan natrium urine bekerja secara osmotik untu
meningkatkan kehilangan cairan. Pembatasan cairan diidentifikasikan untuk
memutuskan siklus
7.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
mengingat.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman kondisi/proses
penyakit, prognosis dan pengobatan. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala
proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab. Melakukan
perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
v Kaji ulang proses penyakit, prognosis,
dan faktor pencetus bila diketahui
Rasional : memberikan dasar pengetahuan
dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
v Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah
periode akut berlalu
Rasional : pasien dapat mengalami defek
sisa pada fungsi ginjal yang mungkin sementara
v Diskusikan dialisis ginjal atau
tranplantasi bila ini merupakan bagian yang mungkin akan dilkukan dimasa
mendatang
Rasional :meskipun bagian ini akan
diberikan sebelumnya oleh dokter pasien boleh mengetahui dimana keputusan harus
dibuat dan mungkin memerlukan masukan tambahan
v Dorong pasien untuk mengobservasi
karakteristik urine dan jumlah/frekuensi pengeluaran
Rasional : perubahan dapat menunjukkan
gangguan fungsi ginjal/kebutuhan dialisis
v Diskusikan pembatasan aktivitas dan
memulai aktivitasyang diinginkan secara bertahap.
Rasional : pasien dengan GGA berat
dapat memerlukan pembataan aktivitas dan/atau merasa lemah untuk periode
panjang selama fase penyembuhan, memerlukan tindakan penghematan energi dan
menurunkan kebosanan/depresi
v Tekankan perlunya perawatan evaluasi,
pemeriksaan laboratorium
Rasional : fungsi ginjal dapat lambat
sampai ginjal akut dan defisit menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk
menghindari kekambuhan/komplikasi
v Identifikasi gejala yang memerlukan
intervensi medik, contoh; penurunan pengeluaran urine, peningkatan berat badan
tiba-tiba, adanya edema, letargi, perdarahan, tanda infeksi, gangguan mental
Rasional
: upaya evaluasi dan intervensi dapat mencegah komplikasi/berlnjutnya gagal
ginjal serius.
terimakasih banyak infonya, sangat menarik sekali dan bermanfaat
BalasHapushttp://landongobatherbal.com/obat-herbal-infeksi-ginjal/