Definisi
Katarak adalah nama yang diberikan untuk
kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa),
denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progesif. (Mansjoer,2000;62)
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
2.2.
Etiologi
1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
2. Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
4. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
5. Defek kongenital
Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan ( diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )-
Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).-
Factor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah :
Penyakit metabolik yang diturunkan-
Riwayat katarak dalam keluarga-
Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.-
Penyebab katarak lainnya meliputi :
1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
2. Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
4. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
5. Defek kongenital
Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan ( diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )-
Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).-
Factor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah :
Penyakit metabolik yang diturunkan-
Riwayat katarak dalam keluarga-
Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.-
Penyebab katarak lainnya meliputi :
- Faktor keturunan.
- Cacat bawaan sejak lahir.
- Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
- Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
- gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
- gangguan pertumbuhan,
- Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
- Rokok dan Alkohol
- Operasi mata sebelumnya.
- Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya
katarak adalah:
Kadar kalsium yang rendah-
Diabetes mellitus-
Pemakaian kortikosteroid jangka panjang-
Berbagai penyakit peradangan dan penyakit
metabolik-
Faktor lingkungan ( trauma, penyinaran, sinar
ultraviolet )-
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak
dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1) Katarak perkembangan (
developmental ) dan degenerative.
2) Katarak trauma : katarak yang
terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3) Katarak komplikata (sekunder) :
penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya
kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4) Berdasarkan usia pasien, katarak
dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal : katarak
yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun)
b. Katarak juvenil : katarak yang
terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, yaitu katarak
sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis : katarak yang
terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses
degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis
adalah :
a) Katarak insipien : pada stadium
insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak
terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk
bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.penderita pada stadium ini
seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga
cenderung diabaikan.
b) Katarak immataur : lensa masih
memiliki bagian yang jernih
c) Katarak matur : Pada stadium ini
proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada
bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak
pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan
kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa
gejala yang dialami oleh penderita katarak, seperti :
1) Penglihatan berkabut atau justru
terlalu silau saat melihat cahaya.
2) Warna terlihat pudar.
3) Sulit melihat saat malam hari.
4) Penglihatan ganda saat melihat
satu benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak bertambah luas.
d) Katarak hipermatur : terdapat
bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa
menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.
2.4 Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan
gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan
silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh
kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu
atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap
selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih
kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara
khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang
salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar atau kaca mata
hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Gejala umum gangguan katarak
meliputi :
- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
- Peka terhadap sinar atau cahaya.
- Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gangguan penglihatan bisa berupa :
Kesulitan melihat pada malam hari-
Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau
cahaya terasa menyilaukan mata-
Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada
siang hari )-
Gejala lainya adalah :
Sering berganti kaca mata-
Penglihatan sering pada salah satu mata.-
Kadang katarak menyebabkan
pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa
menimbulkan rasa nyeri.
2.5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur
posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai
kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus
multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar
lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan
Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral,
namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma
maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari
proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan
matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B,
obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu lama.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
1) Kartu mata snellen /mesin
telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke
retina.
2) Lapang Penglihatan : penurunan
mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3) Pengukuran Tonografi : TIO (12 –
25 mmHg)
4) Pengukuran Gonioskopi membedakan
sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5) Tes Provokatif : menentukan
adanya/ tipe glukoma
6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur
internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7) Darah lengkap, LED : menunjukkan
anemi sistemik / infeksi.
EKG,
kolesterol serum, lipid
9) Tes toleransi glukosa : kontrol
DM
10) Keratometri.
11) Pemeriksaan lampu slit.
12) A-scan ultrasound (echography).
13) Penghitungan sel endotel penting
u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
14) USG mata sebagai persiapan untuk
pembedahan katarak.
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1 Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi
buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.
2.7.2 Penatalaksanaan medis
Bila penglihatan dapat dikoreksi
dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan
aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka
yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya
diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai
adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan
atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti
diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak terdiri dari
pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1) Pengangkatan lensa
Ada dua macam teknik pembedahan ynag
bias digunakan untuk mengangkat lensa:
Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat
dengan meninggalkan kapsulnya.-
Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa
beserta kapsulnya.-
Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
2) Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani
pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti
lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang
disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam
kapsul lensa di dalam mata.
Untuk mencegah infeksi, mengurangi
peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu setelah
pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera,
penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari
logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Adapaun penatalaksanaan pada
saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang
telah melaksanakan pembedahan diperbolehkan :
Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi
jangan terlalu lama-
Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi-
Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan
bak mandi atau pancuran-
Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak
mandi; condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut-
2. Tidur dengan perisai pelindung
mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada siang hari
3. Ketika tidur, berbaring
terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan tidak boleh
telengkup
4. Aktivitas dengan duduk
5. Mengenakan kacamata hitam untuk
kenyamanan
6. Berlutut atau jongkok saat
mengambil sesuatu dari lantai
7. Dihindari (paling tidak selama 1
minggu)
Tidur pada sisi yang sakit-
Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup-
Mengejan saat defekasi-
Memakai sabun mendekati mata-
Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg-
Berhubungan seks-
Mengendarai kendaraan-
Batuk, bersin, dan muntah-
Menundukkan kepala sampai bawah pinggang,
melipat lutut saja dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari
lantai.-
2.8. Komplikasi
Penyulit yg terjadi berupa visus tdk
akan mencapai 5/5 à ambliopia sensori.
Komplikasi yang terjadi nistagmus
dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan
akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
2.9. Prognosis
Penderita penyakit katarak memiliki
prognosis untuk menjadi lebih baik setelah dilakukan pembedahan dan disiplin
dalam mematuhi penatalaksanaan.
2.10. Web of caution
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada
klien dengan katarak adalah :
1) Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin,
alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada pasien dengan
katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun,
sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun,
pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan
pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan
utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan
ketajaman penglihatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik
yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya,
dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
4) Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas
istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan
gangguan penglihatan.
5) Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada
neurosensori adalah gamgguam penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan
/ kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca
mata, pengobatan tidak memperbaikipenglihatan, fotophobia ( glukoma akut ).
Gejala tersebut ditandai dengan mata
tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil ( katarak ), pupil menyempit dan
merah atau mata keras dan kornea berawan ( glukoma berat dan peningkatan air mata
).
6) Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan
ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada
atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7) Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan
gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes
atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes,
serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
3.2. Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1). DS : – Mata silau,penglihatan
seperti terhalang asap yang makin lama makin tebal.
- Mata kabur, kesulitan membaca,
pandangan ganda
- Kesulitan melihat ( focus ) pada
jarak jauh atau dekat.
DO : – Pupil dilatasi, pupil
berwarna putih.
- Pengembunan pada pupil, retina
tidak nampak.
Ketuaan
H2O dlm lensa
O2
K, protein, ascorbic acid
Na dan Ca
Nukleus pada lensa menjadi coklat
kekuningan
Lensa menjadi opak
Cahaya dipendarkan, tidak pada
retina
Pandangan kabur / redup, menyilaukan
susah melihat pada malam hari.
- Gangguan persepsa sensori-perseptual penglihatan.
2). DS : – Riwayat trauma pada mata
karena benda tajam / tumpul
- Mata kabur, pandangan ganda, mata
silau.
DO : – Pupil dilatasi
- Pupil berwarna putih Trauma
Trauma benda tumpul / tajam menembus
kapsul anterior
- Resiko terhadap cedera
3). DS : – Riwayat operasi mata.
- Mata sensitive terhadap cahaya,
gatal, air mata atau krusta yang berlebih, mata basah.
DO : – Kehilangan vitreus, bercak di
belakang mata. Operasi mata sebelumnya
Reaksi radang
Terbentuk jaringan fibrosis sisa
lensa yang tertinggal
- Defisit perawatan diri
4). DS : – Riwayat penyakit DM
- Mata silau, ketajaman penglihatan
berkurang, penglihatan kabur / tidak jelas
DO : – Pupil berwarna putih, retina
sulit di lihat Penyakit sitemik : DM
Gangguan keseimbangan susunan sel
lensa oleh faktor fisik atau kimiawi
gangguan kejernihan lensa
- Kurang pengetahuan tentang kondisi
5). DS : -
DO: – Bercak putih di depan pupil
( leukokoria )
- Katarak terlihat segera setelah
bayi lahir – 1 thn Defek kongenital
Infeksi virus prenatal
Gg metabolisme
serat lensa
Gg perkembangan embrio intraurine
Kekeruhan lensa pada neonatus
Rencana piñatalaksanaan pembedahan
- Ansietas pre operasi-keluarga
6). DS : – Riwayat penggunaan obat-
obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ;
rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan
menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil
berwarna putih, retina tidak Nampak. Rokok, alkohol, dan obat-obatan
Perubahan kimia dalam protein lensa
Koagulasi
Pembedahan lensa
- Nyeri
7). DS : – Riwayat penggunaan obat-
obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ;
rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun,
mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil
berwarna putih, retina tidak Nampak Rokok, alkohol, dan obat-obatan
Perubahan kimia dalam protein lensa
Koagulasi
Pembedahan lensa
Lukas insisi pembedahan
- Resiko infeksi
3.3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Gangguan persepsi
sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
2) Resiko tinggi cedera berhubungan
dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan
kabur, perdarahan intraokuler.
3) Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4) Ansietas berhubungan prosedur
penatalaksanaan / tindakan pembedahan
5) Defisit perawatan diri yang
berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma
insisi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh
3) Gangguan persepsi
sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
4) Resiko tinggi cedera berhubungan
dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan
kabur, perdarahan intraokuler
3.4. Intervensi dan rasional
1) Gangguan persepsi
sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
- Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan
dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan.
- Kriteria Hasil :
- Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
INTERVENSI RASIONAL
ii. Tentukan ketajaman penglihatan,
kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat.
Observasi tanda-tanda disorientasi.
iii. Orientasikan klien tehadap
lingkungan.
iv. Pendekatan dari sisi yang tak
dioperasi, bicara dengan menyentuh.
v. Perhatikan tentang suram atau
penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes
mata.
vi. Ingatkan klien menggunakan
kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan
perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
vii. Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
viii. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
ix. Meningkatkan keamanan mobilitas
dalam lingkungan.
x. Komunikasi yang disampaikan dapat
lebih mudah diterima dengan jelas.
xi. Cahaya yang kuat menyebabkan
rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.
xii. Membantu penglihatan pasien.
xiii. Memudahkan pasien untuk
berkomunikasi
2) Resiko tinggi terhadap cedera
berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan
vitreus,pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
- Tujuan:
Menyatakan pemahaman terhadap factor
yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
- Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup
untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.-
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi
untuk meningkatkan keamanan.-
INTERVENSI RASIONAL
Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi
paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.-
Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi,
atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.-
Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala
tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.-
Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi
khusus bila sembuh dari anestesi.-
Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan
dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan
balutan.-
Observasi hifema dengan senter
sesuai indikasi. xiv. Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien
xv. Posisi menentukan tingkat
kenyamanan pasien.
xvi. Aktivitas berlebih mampu
meningkatkan tekanan intra okuler mata.
xvii. Visus mulai berkurang, resiko
cedera semakin tinggi.
xviii. Pengumpulan Informasi dalam
pencegahan komplikasi
3) Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
- Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman tentang
kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
- Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan
menjelaskan alasan tindakan.
INTERVENSI RASIONAL
xix. Pantau informasi tentang
kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Tekankan pentingnya evaluasi
perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
Identifikasi tanda/gejala memerlukan
upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
xx. Informasikan klien untuk
menghindari tetes mata yang dijual bebas.
xxi. Diskusikan kemungkinan
efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
xxii. Anjurkan klien menghindari
membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada
panggul, dll.
xxiii. Anjurkan klien tidur
terlentang. xxiv. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusakan lebih lanjut.
xxv. Cahaya yang kuat menyebabkan
rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.
xxvi. Aktivitas-aktivitas tersebut
dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
xxvii. Tidur terlentang dapat
membantu kondisi mata agar lebih nyaman.
4) Ansietas berhubungan dengan
prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
- Tujuan/kriteria evaluasi:
Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa
cemas/takutnya.-
Pasien tampak rileks tidak tegang dan
melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.-
Pasien dapat mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang pembedahan.-
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat
adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.-
Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi
pikiran dan perasaan takutnya.-
Observasi tanda vital dan peningkatan respon
fisik pasien.-
Beri penjelasan pasien tentang prosedur
tindakan operasi, harapan dan akibatnya.-
Beri penjelasan dan suport pada pasien pada
setiap melakukan prosedur tindakan.-
Lakukan orientasi dan perkenalan pasien
terhadap ruangan, petugas, dan- Derajat kecemasan akan dipengaruhi-peralatan yang akan digunakan. bagaimana informasi tentang prosedur
penatalaksanaan diterima oleh individu.
Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana
rasa takut dapat ditujukan.-
Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan
akibat kecemasan.-
Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka
mengurangi kecemasan dan kooperatif.-
Mengurangi kecemasan dan meningkatkan
pengetahuan .-
Mengurangi perasaan takut dan cemas.-
5) Nyeri berhubungan dengan trauma
insisi
- Tujuan : pengurangan nyeri.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO
sesuai dengan resep.-
Berikan kompres dingin sesuai dengan
permintaan untuk trauma tumpul.-
Kurangi tingkat pencahayaan.-
-
Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat. - Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan TIO
dan meningkatkan rasa.
Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.-
Tingkat pencahayaan yang lebih rendah nyakan
setelah pembedahan.-
Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman
setelah penggunaan tetes mata dilator-
6) Defisit perawatan diri yang
berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
- Tujuan : mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
INTERVENSI RASIONAL
Beri instruksi kepada pasien atau orang
terdekat mengenal tanda atau-
gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk
pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.-
Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.-
Ajari pasien dan keluarga teknik panduan
penglihatan. xxviii.-
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih
lanjut.
xxix. Pemakaian teknik yang benar
akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.
xxx. Sumber daya harus tersedia
untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
xxxi. Memungkinkan tindakan yang
aman dalam lingkungan.
7) Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
- Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.
INTERVENSI RASIONAL
xxxii. Ciptakan lingkungan ruangan
yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar
xxxiii. Jaga area kesterilan luka
operasi
xxxiv. Lakukan teknik aseptik dan
desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
-xxxv.
Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis 1Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien
terhadap agen infektious.
Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.-
mencegah kontaminasi pathogen-
mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.-
DAFTAR PUSTAKA
Luckman and sorensen’s, 1993, Medical
Surgical Nursing –.ed.4.- Philadelphia, Pennsylvania : The Curtis Center
Tidak ada komentar:
Posting Komentar